Ismail Lasut (doc.pribadi) |
Oleh: Ismail Lasut
Wartawan PotretMalut (Media Brindo Group)
Kecamatan Pulau Hiri, Kota Ternate, Maluku Utara, memiliki enam kelurahan, yaitu Faudu, Tomajiko, Dorariisa, Tafraka, Mado, dan Kelurahan Togolobe. Jumlah penduduknya, berdasarkan data BPS Kecamatan Pulau Hiri Dalam Angka 2022, sebanyak 2.957 jiwa.
Sampai saat ini, mereka belum menikmati pelayanan air bersih dari Perusahaan Umum Daerah Ake Gaale sebagai satu-satunya BUMD yang diamanahkan untuk memberikan pelayanan air bersih di Kota Ternate.
Kondisi geografis Pulau Hiri yang ditutupi oleh pasir dan pecahan batu (https://id.m.wikipedia.org), menyebabkan minimnya air tanah dan tidak ada air permukaan yang dapat dijadikan sumber air bersih bagi masyarakat.
Pada 2021 ditemukan koordinat air tanah, namun setelah diteliti, airnya terasa payau dan belum diketahui debit air yang terkandung di dalamnya. Pemerintah melalui Balai Wilayah Sungai Provinsi Maluku Utara berupaya menyediakan air bersih kepada masyarakat Hiri dengan membangun pipa air bersih bawah laut.
Tapi membutuhkan anggaran yang besar dan keadaan alam bawah laut yang kurang mendukung, sehingga Balai Wilayah Sungai menyarankan, penggunaan sistem pemanfaatan air hujan (SPAH). Menurut mahasiswa asal Hiri yang penulis wawancarai (13/3/2023) sampai saat ini, masyarakat menggunakan hujan sebagai sumber utama air untuk dikonsumsi yang dikelola dengan cara ditampung dalam wadah yang telah disediakan di setiap rumah penduduk.
Dalam tulisan berjudul Analisis Ketahanan Air di Kota Ternate Provinsi Maluku Utara, Prita Firdayani Mulyono dan Haryono Putro menawarkan pembangunan infrastruktur sumber daya air melalui pembuatan embung, dengan pertimbangan air hujan sebagai sumber air baku utama bagi semua masyarakat Kota Ternate. Berdasarkan perhitungan kebutuhan air masyarakat Pulau Hiri tahun 2020-2039, maka dibutuhkan empat embung dengan luas masing-masing lima hektar.
Sebagai daerah yang tidak memiliki sumber air permukaan dan minimnya air tanah, pemanfaatan air hujan menjadi langkah solutif. Untuk memanfaatkan air hujan, pembuatan embung maupun SPAH sangat penting.
Selain itu, sumur resapan menjadi alternatif sebagai langkah konservasi untuk melimpahkan cadangan air tanah yang langka dan meningkatkan kualitas air agar dapat dikonsumsi. Diketahui, antara air tanah dan air hujan memiliki perbedaan kandungan kimia.
Air hujan memiliki kandungan gas, debu dan asap beracun bagi tubuh, sementara air tanah dipengaruhi oleh vegetasi tanah, asam organik dengan kadar besi tinggi, dan garam yang tersupsensi ke dalam air. Dengan kandungan yang terdapat di dalam kedua jenis air ini, kualitas air tanah lebih baik untuk dikonsumsi dibanding air hujan (Air Tanah Vs Air Hujan, Mana yang Lebih Baik untuk Rumah Tangga, https://artikel.rumah123.com)
Dalam buku Pengelolaan Air Tanah (2018:152-153), Darwis menjelaskan, kualitas air sangat penting, sebab kualitas hidup sangat bergantung pada kualitas air yang dikonsumsi. Air yang baik dan sehat akan membuat ekosistem tetap terjaga yang pada akhirnya membuat kualitas kehidupan menjadi baik. Sebaliknya, kualitas air yang buruk akan berdampak pada menurunnya kualitas hidup dan lingkungan.
Untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih dengan kualitas baik dan sehat juga upaya konservasi air di Pulau Hiri, dibutuhkan kerja sama antara pihak BWS dengan Perumda Ake Gaale demi memanfaatkan potensi air yang dimiliki.
(Tulisan ini telah diikutkan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Hari Air Dunia Ke-31 oleh Balai Wilayah Sungai Maluku Utara, dengan Tema: Krisis Air dan Melestarikan Air Tanah Untuk Kelanjutan Hidup. Tujuannya, sebagai bahan masukan untuk menghadapi krisis air baku. Meraih Juara I).