PT IWIP Diminta Angkat Kaki Dari Maluku Utara

Sebarkan:
Mansur A Dom
HALTENG, PotretMalut - Banjir bandang yang melanda Desa Lukulamo dan beberapa desa di Kecamatan Weda Tengah, Halmahera Tengah, memicu kecaman keras terhadap keberadaan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park.

Mansur A. Dom, aktivis Jakarta yang juga mantan pengurus Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (IMIKI-Malut), mengungkapkan kritik terhadap PT IWIP.

PT IWIP yang telah beroperasi sejak 2018, kini menghadapi tuduhan serius atas pelanggaran lingkungan dalam eksplorasi nikel di area seluas ratusan ribu hektar di Halmahera Tengah.

"Wargalah yang menanggung derita atas pemanfaatan industri nikel yang serampangan ini. Hutan dibabat, tanah dikeruk, dan limbah berserak. Ore tambang nikel yang telah mengalir dan menyatu dengan air konsumsi warga dan air laut sudah tentu tidak hanya berdampak pada hutan, tapi juga kesehatan maupun hasil laut," tutur Mansur, Senin, (22/07/2024).

Banjir dahsyat yang terjadi pada Sabtu, 20 Juli, mengakibatkan kerusakan masif, ratusan rumah terendam dan infrastruktur hancur. Ribuan warga mengalami kerugian besar, memperparah penderitaan masyarakat yang sudah lama merasakan dampak negatif kehadiran tambang.

Para ahli lingkungan dan aktivis Maluku Utara, berdasarkan berbagai kajian akademik, dengan tegas menyimpulkan kegiatan pertambangan PT IWIP adalah penyebab utama bencana berulang di Halteng, khususnya Lelilef dan wilayah sekitar.

Mansur mengecam lemahnya pengawasan pemerintah, dan mengatakan keuntungan jangka pendek dari tambang telah mengorbankan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. "Ini bukti nyata kegagalan menerapkan[ prinsip pembangunan berkelanjutan," ujarnya.

Selain itu, tambah Mansur, PT IWIP juga melakukan praktik eksploitatif terhadap dimensi kemanusiaan.

"Pemotongan gaji karyawan merupakan aturan perusahaan yang dinilai seperti mengancam para buruh tambang, karena memaksa para karyawan untuk masuk kerja meski dalam kondisi hujan dan banjir yang menutupi akses jalan," tuturnya.

Menghadapi kenyataan yang terjadi, terang Mansur, menjadi alarm pentingnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Ribuan warga terancam kehilangan masa depan, banjir yang terjadi berulang kali menjadi bukti harga mahal yang harus dibayar ketika keserakahan korporasi diutamakan di atas kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

"Secara etika, sudah sepantasnya PT IWIP segera angkat kaki dari Maluku Utara atas kerusakan yang ditimbulkan," tegasnya. (Tim/red)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini