Muh. Yahya bersama istri |
Akhirnya, perpisahan kala itu membuat aku semakin penasaran dan selalu merindukannya. Entah kapan lagi aku bisa menatap sorotan matanya dan senyumnya yang selalu menghantuiku? Aku hanya berdoa, semoga aku bertemu kembali.
Beberapa bulan kemudian, doaku diijabah oleh Allah SWT. Meskipun aku sudah sarjana, tapi masih tetap diundang sebagai panitia dalam kegiatan Pameran Buku Nasional yang diselenggarakan oleh KMA-PBS IKIP Ujung Pandang. Alhamdulillah, aku dapat dipertemukan kembali dengan gadis berjilbab itu, sehingga dapat menatap sorotan matanya dan senyumnya yang khas.
Selama pameran berlangsung, hatiku selalu bahagia walau aku belum dapat menyampaikan isi hatiku. Yang kupinta, semoga apa yang kurasakan dapat juga menembus relung hatinya yang paling dalam. Dia wanita yang tak banyak bicara, apalagi bertingkah. Dia tidak seperti wanita kebanyakan. Sifat dan karakter itulah yang selalu ku damba dari seorang gadis, dan semuanya terpancar pada teman supersemarku ini.
Sejak itulah, aku mulai berdoa, kiranya Allah menjodohkan aku dengan gadis yang telah ku impikan. Pada malam penutupan Pameran Buku, kuberanikan diri menyapa dan menyampaikan alamatku. Dia pun menjawab dengan lembut disertai senyum yang menawan.
Beberapa bulan kemudian, barulah aku dipertemukan kembali, saat dia bersama temannya singgah di kontrakan untuk menyampaikan undangan ujian tesisnya. Kedatangannya yang kedua setelah ujian tesis, secara kebetulan bertemu dengan Aji-ku (Ibu) dari Bulukumba. Ternyata, apa yang kurasakan, dirasakan pula oleh Aji-ku. Beliau sangat menyayangi gadis yang aku perkenalkan padanya.
Begitu kembali ke Bulukumba, Beliau diam-diam mempersiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan anaknya. Setelah persiapan sudah matang, aku pun dipanggil pulang ke Bulukumba. Beliau lalu menyampaikan niatnya. Beliau mempunyai firasat, jika tidak secepatnya diwujudkan, maka mungkin saja ada orang lain yang akan melamarnya. Akhirnya, aku pun menyetujui niat orang tua. Sesampai di Makassar, aku menyampaikan niat orang tua kepadanya. Saat dia mendengar harapan orang tuaku, dia sempat meneteskan air mata, dan terlihat wajahnya sangat pucat.
Singkat cerita, kami pun menikah pada 4 November 1989. Selama pernikahan hingga dikaruniai anak, aku tak pernah merasakan adanya benturan kata, sikap, maupun perbuatan yang berarti dengan istriku. Sorotan matanya, senyumnya, dan tutur katanya, masih tetap sama ketika aku pertama kali memandangnya.
Alkisah, setelah aku mempunyai seorang anak, takdir membawaku ke Palu untuk melamar pekerjaan. Alhamdulillah, tahun 1993, aku diterima menjadi CPNS di Buol, Toli-Toli. Tiga tahun kemudian, aku bermohon untuk pindah ke Makassar. Namun, belum direstui, sehingga dipindahkan ke SMAN 7 Palu. Selama perantauan, banyak suka dan duka serta godaan yang menghantuiku.
Saat aku pertama kali bertugas di Palu, banyak teman dan siswa yang mengira aku masih bujangan, sehingga aku pun tak luput dari godaan. Meskipun demikian, alhamdulillah, aku kembali dengan selamat. Setiap godaan datang menerpa, aku senantiasa mengingat kebaikan istriku. Selama aku menikah, dia tidak pernah berkata kasar, apalagi memandang remeh di hadapan keluarganya, meskipun status saya berbeda.
Istriku wanita hebat, penuh dedikasi dan daya kreasi. Meskipun demikian, di tengah kesibukannya, dia tak pernah mengeluh, baik itu urusan rumah tangga, anak-anak, maupun kariernya. Dia istri yang sabar dan selalu menjaga kehormatan suami dan keluarga. Istriku pulalah yang selalu memotivasi hingga aku meraih gelar Magister Pendidikan (M,Pd) dan Doktor.
Selain itu, istriku tak pernah memilih dan memilah keluarga, sehingga dia sangat disenangi oleh keluarga kami. Kedua orang tua kami dihormati dan diperlakukan layaknya orang tuanya sendiri. Begitu pula terhadap kakak dan iparku serta seluruh keluargaku. Semuanya diperlakukan dengan baik, walaupun dia memliki pendidikan dan pekerjaan yang layak.
Kami semakin merasakan keharmonisan dan kebahagian setelah aku berubah status dari guru menjadi dosen, dan dikarunai tiga orang anak yang sehat. Hal ini berkat perjuangan dan doa yang tulus dari istri tercinta. Sebagai suami, aku tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Oleh karena itu, maafkan Kanda, bila selama ini ada hal-hal yang kurang berkenan di hati istriku tercinta.
Melalui kisah ini, aku selalu berpesan kepada putra-putriku untuk senantiasa menjaga diri dari hal-hal yang tidak sesuai dengan adat-istiadat dan ajaran agama. Insya Allah, perempuan yang baik-baik akan dijodohkan dengan laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik-baik, insya Allah, dijodohkan dengan perempuan yang baik.
Wahai anakku, jadikanlah ibumu sebagai teladan dalam hidupmu. Allah pilihkan ayah sebagai suami terbaik untuknya hingga melahirkan engkau dari rahimnya yang suci. Jika engkau berbuat baik kepada suamimu, dan memperlakukannya dengan sopan dan terhormat, dia akan dijauhkan dari godaan setan yang selalu menghantuinya.
Berkat ketulusan dan keikhlasan ibumu menerimaku apa adanya, akhirnya aku pun meraih impianku menjadi dosen yang selalu diberi amanah di kampusku. Ibumu tak pernah mempertanyakan berapa gajiku. Dia merupakan istri yang selalu sabar dan bersyukur atas nikmat rezeki yang diterimanya.
Aku pun menyampaikan terima kasih kepada kedua mertuaku yang telah melahirkan dan mengasuh anaknya dengan baik, sehingga menjadi istri yang berbudi pekerti luhur. Demikian pula, aku ucapkan terima kasih kepada ipar dan istri/suami iparku, dan seluruh keluarga yang senantiasa menerima dengan baik dalam keluarga besarnya.
Wahai istriku, engkau penyejuk hati dalam kehausanku. Kebaikanmu, sorotan matamu, senyummu, dan tutur katamu selalu mewarnai hidupku. Aku tak pernah kesepian karena engkau selalu setia mendampingiku dalam bahagia maupun susah, suka maupun duka, sehat maupun sakit.
Kumohon kepada Allah SWT, semoga hanya maut yang memisahkan di dunia dan kita dipertemukan kembali di surga terbaik yang Allah ridhoi. Semoga Allah SWT mengijabah harapan dan doa kita sayang.***