Ilustrasi |
Pasalnya, terdapat kongkalikong yang dilakukan dengan pihak ketiga atau suplayer penyedia bahan bangunan.
Program milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Balai Kawasan Permukiman dan Perumahan ini, juga melibatkan pihak balai yang selalu mendapat fee proyek.
"Yang memainkan itu adalah koordinator. Dalam permainan harga dengan pihak ketiga itu, ada bagian untuk koordinator, ada bagian untuk orang kantor, juga fasilitator," ungkap sumber terpercaya Media Brindo Grup (MBG), Senin (16/12/2024) malam.
Selain permainan harga dengan suplayer yang tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB), modus lain adalah dengan tidak menyalurkan biaya tukang tahap 2.
"Rata-rata nilai bantuan perrumah senilai Rp 20 juta, Rp 17.500.000 dibahankan, sementara Rp 2.500.000 untuk upah tukang," sebutnya.
Ia menjelaskan, dari Rp 17,5 juta itu, yang mengelolah dana dan bermain harga dengan suplayer adalah koordinator. Sementara untuk upah tukang tahap dua, banyak yang tidak tersalurkan ke penerima bantuan.
Dugaan kuat, permainan dalam program Kementerian PUPR ini, tidak hanya terjadi di Kabupaten Halut, melainkan di 10 kabupaten/kota se-Maluku Utara.
"Upah tukang pertahap itu Rp 1.250.000. Sejak tahun 2020, upah tukang tahap dua di Halut tidak tersalurkan ke penerima bantuan, dengan alasan pekerjaan tidak selesai. Padahal kalau tidak selesai seharusnya tidak dicairkan," tutupnya. (red)