Foto: Ilustrasi mafia tanah |
Sekretaris GPM Malut, Yuslan Gani kepada redaksi PotretMalut.com mengatakan, pembayaran lahan STAIA Labuha tahun 2022 senilai Rp 1,3 miliar, dengan luas 2,7 hektar diduga kuat dicairkan melalui rekeing makelar, tanpa sepengetahuan pemilik lahan.
Ini dilakukan dengan dalil, telah diberikan Kuasa Kolektif. Padahal dalam Kuasa menerangkan, makelar hanya sebatas pengurusan admistrasi jual beli lahan tanah.
Menurut Yuslan, pembayaran senilai Rp 1.300.000.000 kepada pemilik sah atau memiliki sertifikat lahan tanah akan dilakukan dua tahap.
"Berdasarkan perjanijian yang tertuang dalam jual beli tanah yang disepakati, tahap pertama pencairan senilai Rp 1.000.000.000, namun yang diterima pemilik hanya Rp 700.000.000," ungkapnya, Kamis (16/01/2025).
Dalam pencairan tersebut, diduga ada konspirasi diatur oleh makelar dan oknum dinas Perkim.
"Makelar dan oknum pejabat Dinas Perkim diduga menerima hasil pembayaran lahan tersebut, akibatnya sisa anggaran Rp 300.000.000 tidak diberikan kepada pemilik lahan," ujarnya.
Karena hal itu, GPM mendesak APH, baik Kejati maupun Polda Maluku Utara untuk menelusuri anggaran jual beli tanah, dan kasus ini dijadikan atensi serius.
Plt Kadis Perkim, Abdul Kadir Usman saat di konfirmasi via WhatsApp Kamis kemarin tidak merespon. (red)